Surat ini harusnya kusampaikan padamu beberapa bulan lalu, sehari sebelum Hari Kemerdekaan NKRI di tahun 2014.
Malam itu, perasaanku berkecamuk. Entah bagaimana mendeskripsikannya. Antara senang, cemas, percaya dan nggak percaya berbaur menjadi satu.
Sudah lama tidak merasakan seperti ini. Mata sudah ingin terpejam tapi isi hati masih ramai sekali. Badan sudah berbaring namun isi kepala berkelana entah ke mana.
Aku berharap setelah tanda titik terakhir dari tulisan ini, aku dapat terlelap dengan nyenyak.
Semoga.
Lalu, hendak meracau apa malam ini?
Entahlah. Yang jelas hingga detik ini aku masih merasa apa yang telah kita pertahankan dan perjuangkan ini adalah mimpi. Aku masih tidak percaya bahwa aku telah mencapai fase ini, fase ketika aku menjadi calon istri seseorang.
Seseorang itu…………………….… kamu.
Kamu?
Iya, kamu…..
Lelaki yang pada perkenalan pertama ngajakin pulang bareng karena rumahnya searah tapi aku tolak gara-gara aku nggak mau dianterin sama orang yang baru dikenal. :)))))))
*kalo kata Rejalis, sekarang diajakin berumah tangga bareng mau kan? #eaaa :))*
Lelaki yang aku temenin waktu lagi anterin gebetannya pulang ke rumah. Pffttt.
Lelaki yang aku kasih saran gimana bersikap dan berpakaian waktu mau dateng ke acara wisuda gebetannya. Pffttt lagi.
Lelaki yang aku temenin dan aku dengerin ceritanya waktu dia lagi galau-galaunya, entah tentang hidup atau tentang suasana hatinya. Tentang masa lalu atau hari-hari yang sedang dijalani. Pffttt lagi dan lagi.
Lelaki yang baik ke semua orang dan gak sedikit perempuan yang jadi kegeeran karena dibaikin dia.
Lelaki satu-satunya yang mampu membuat teoriku yang sudah bertahun-tahun tentang tidak-bisa-jatuh-cinta-pada-sahabat-sendiri itu patah. Hancur berkeping-keping. Musnah sudah.
Itu kamu, Rizki Januar Saputra.
Terima kasih ya..
Kamu (mungkin) akan bertanya, “Terima kasih untuk apa?”
Aku akan menjawabnya..
Terima kasih untuk tidak menyerah walaupun menungguku membuatmu lelah.
Terima kasih untuk tidak mengalah walaupun bersamaku tidaklah mudah.
Terima kasih karena telah mau berbuat lebih, yang aku tahu lelaki lain belum tentu mau dan mampu melakukannya untukku.
Terima kasih karena telah sama-sama bersikukuh hati dan keras kepala dalam mempertahankan kita.
Hingga tibalah kita pada gerbang perjalanan baru yang diridhoiNya dan semoga akan selalu diberkahiNya.
Mungkin tak selamanya jalan itu mulus dan lurus, tapi semoga kita selalu dapat melaluinya bersama-sama.
Maybe I’m not a perfect person, but I always want to be a better person. Because you deserve someone better, someone the best, to loved.
Sampai bertemu besok di depan penghulu, lelaki yang akan berijab-kabul sembari menjabat tangan Bapakku.
Salam deg-degan dan nggak bisa tidur,
-putri dari Bapak yang kau jabat tangannya di depan penghulu-
#30HariMenulisSuratCinta Hari ke-11
^ramdhaniar^
Comments
Pingback: How I Met Your Father - http://sejenakberceloteh.com